Raih Habibie Prize, Guru Besar Filologi UIN Jakarta: Indonesia Emas Tak Boleh Lupakan Kearifan Lokal

Batavia – Guru Besar Filologi Fakultas Seni dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Batavia Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum meraih Habibie Prize 2023 Bidang Filsafat, Agama dan Kebudayaan. Ini merupakan Habibie Award pertama yang diberikan kepada civitas akademika sebuah perguruan tinggi keagamaan.

Habibie Award 2023 diserahkan di Auditorium Sumitro Djojohadikusumo, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Hadir, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, Dewan Pembina Yayasan Sumber Daya Manusia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SDM IPTEK) Ilham Habibie, Ketua Yayasan Wardiman Djojonegoro HR IPTEK, Gubernur LPDP Andin Hadiyanto, Menteri Agama (2014 – 2019 ) Lukman Hakim Saifuddin, Ketua Mahkamah Konstitusi, Dewan Kehormatan Jimly Asshiddiqie, Tokoh Agama Muji Sutrisno, Ekonom Hendri Saparini dan sejumlah tokoh bangsa.

“Saya percaya bahwa saya menerima Habibie Prize bukan hanya sebagai penghargaan Oman, melainkan sebagai pengakuan filologis yang bertujuan untuk mengeksplorasi memori kolektif yang luar biasa dalam naskah bangsa,” kata Kang Oman (nama keluarga) dalam pidatonya. penghargaan pada hari Jumat, 10 November 2013.

Menurut Kang Oman, penghargaan ini diberikan kepada para filolog, peneliti rajin, dan ahli naskah yang sering bekerja untuk menjaga naskah tetap tenang, jauh dari keramaian. Bias filologi merupakan investasi yang signifikan dalam memperkuat kajian kode etik Indonesia di Indonesia. Penghargaan ini mempunyai pesan moral yang kuat bahwa kode sebagai subjek pengembangan kebudayaan harus dijunjung tinggi dalam pembangunan Indonesia di masa depan.

“Kemajuan Indonesia Emas 2045 tidak boleh melupakan kearifan lokal yang ada di mss. Catatan apa yang kita lakukan saat ini akan menjadi pengingat bagi generasi Indonesia 100, 200 atau bahkan 1000 tahun mendatang sebagaimana kita memahami kode-kode kuno saat ini. “Itulah mengapa penting bagi kita masing-masing untuk menciptakan jalan yang baik,” kata Kang Oman.

Kebudayaan adalah hasil proyek kreatif dan karya manusia Kang Oman yang terus-menerus. Kemajuan yang tidak didasarkan pada ingatan bersama umat manusia akan menjadi kering dan tidak manusiawi. Program seperti itu akan kehilangan nilai, kehilangan identitasnya, dan tidak jelas produknya akan seperti apa.

Apalagi budaya Indonesia sangat kental dengan nilai-nilai spiritual dan keagamaan yang menjadi bagian integral dari jati diri bangsa Indonesia. Semua itu tertulis dalam kode etik Indonesia, ujarnya.

Kang Oman menilai diterimanya Habibie Prize 2023 merupakan secercah harapan agar ilmu filologi, mss, dan kebudayaan semakin terarah ke masyarakat dan juga dijadikan bahan pertimbangan pencipta. Siapa yang beriman tanpa kemanusiaan, dia kehilangan kebijaksanaan.

“Untungnya, ide ini dapat menginspirasi dunia politik kita secara lebih konkrit lagi, karena masih banyak kearifan lokal yang belum dijadikan sebagai sumber motivasi dalam perjuangan.” Bagi saya ini sangat penting karena saya percaya bahwa politik tanpa budaya adalah satu-satunya alat untuk melawan kekuasaan,” ujarnya kepada Philology Plus

READ  Keroyok Seorang Pelajar, 9 Oknum Perguruan Silat di Jombang Ditangkap Polisi

Sebagai Guru Besar FAH UIN Syarif Hidayatullah Batavia, Oman Fathurahman diangkat menjadi Filologi Plus. Filologi adalah suatu alat atau sarana metodologis untuk melakukan penelitian ilmiah terhadap teks naskah (manuskrip) melalui sumbernya, keabsahan teks tersebut, ciri-cirinya, serta sejarah penciptaan dan penyebarannya. Dalam tradisi Arab, filologi disebut “tahqiq” yang artinya mengoreksi atau mengkritik. Sudah menjadi tugas para filosof untuk membaca dan mengkritisi teks-teks naskah kuno guna menemukan kebenaran bacaan yang ditulis oleh penulisnya sendiri, dan kemudian menyajikan bacaan tersebut kepada pembaca lainnya.

Oman melihat, sejak masa kolonial hingga awal tahun 1990-an, karya filologi cenderung ke arah transliterasi dan terjemahan. Penerjemahan kebanyakan disertai analisis struktural atau pendekatan linguistik dan sastra tanpa mengkaji secara mendalam konteks pengetahuan yang disajikan dalam teks.

Oman ketika masuk sekolah pascasarjana Islam merasa menyesal ketika menerbitkan teks keagamaan tentang tasawuf, tentang ketuhanan, yang memuat filsafat ilmu Islam yang agak kontroversial, namun tidak mengkaji konteks teks itu sendiri. Oleh karena itu, Oman kemudian mencoba memposisikan dirinya tidak hanya sebagai “juru masak filologis” yang bertugas memasak teks “mentah” dalam naskah, tetapi juga sebagai penggemar “memasak” teks tersebut dalam konteks keilmuan Islam. telah

“Inilah yang kami maksudkan dengan filologi plus, untuk menghubungkan filologi dengan pendekatan keilmuan yang berbeda dan memperkuat kontekstualisasi. Filologi Plus mensyaratkan agar kerja filologi dilakukan secara interdisipliner atau multidisiplin dengan kajian ilmu-ilmu lain.” Niat saya filologi ditambah filologi dengan kajian Islam atau dengan sejarah sosio-intelektual Islam di Indonesia,” ujarnya.

“Kegiatan keilmuan dan teoritis digunakan untuk kontekstualisasi, yang tentunya tidak hanya sejarah dan disiplin ilmu keislaman yang saya terapkan, tetapi juga antropologi, sosiologi, arkeologi, kesehatan dan kedokteran, media dan komunikasi, genre dan berbagai bidang keilmuan lainnya,” ujarnya. lanjutan.

Oman Fathurahman lahir di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 8 Agustus 1969. Setelah lulus dari MAN Cipasung Tasikmalaya pada tahun 1987, Oman terpaksa “tinggal” di sebuah pesantren terpencil di Haurkuning, Salopa karena kendala keuangan saat itu. Setahun kemudian, ia memutuskan pergi ke Batavia untuk mengadu nasib mengejar mimpinya. Dia bekerja di berbagai bisnis untuk mendapatkan uang untuk biaya sekolah. Awal mula perdagangan rokok dan manisan dari kaki Kebayoran Lama, Batavia Selatan hingga Tanah Abang, Batavia Tengah, kemudian menjadi buruh kasar di sebuah perusahaan percetakan.

READ  Kronologi Perundungan Siswi SMP di Pesisir Selatan

Baru pada tahun 1990, Oman mendapat kesempatan kuliah di jurusan Fakultas Sastra Arab IAIN Syarif Hidayatullah Batavia setelah diterima di bahasa Arab. Ia mengabdikan dirinya untuk belajar, mengajar jam tangan, membatik, kacamata dan mengaji. Ia juga aktif berorganisasi dan pernah menjabat sebagai ketua senat mahasiswa dan ketua komisariat HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) di fakultasnya.

Setelah lulus dengan pujian pada tahun 1994, Oman diidentikkan dengan Mss. Bekerja sama dengan Chambert-Loir, ia menerbitkan karya pertamanya yang berjudul “Harta Karun Naskah: Panduan Koleksi Naskah Indonesia di Seluruh Dunia” (Jakarta: EFEO-YOI, 1999). Inilah kitab Sphinx, sebagai “kakek katalog naskah” yang menjadi kajian utama para pengkaji naskah nusantara di seluruh dunia.

Pada tahun 1998, Oman menyelesaikan gelar masternya di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) dengan beasiswa dari Yayasan Nusantara Nusantara (Yanassa). Karyanya diterbitkan dengan judul “Menyoal Wahdatul Wujud” (Bandung: EFEO-Mizan, 1999). Sejak itu, ia menguraikan perjalanannya dengan naskah Nusantara. Ia masuk ke kantong-kantong naskah seperti Minangkabau, Aceh, dan Jawa Barat. Dengan beasiswa dari Ford Foundation, Oman mendapat gelar doktor di bidang yang sama pada tahun 2003. Disertasinya diterbitkan dengan judul “Tarekat Syatariyah di Minangkabau: Teks dan Konteks” (Jakarta: EFEO-Prenada, 2008).

Oman Alfiyah menyebutkan kitab karya Ibnu Malik yang memuat seribu ayat tata bahasa Arab tingkat tertinggi dan teks kuno dalam empat bahasa: Arab, Melayu, Jawa, dan Sunda. Kemampuannya inilah yang mengantarkannya mendapat beasiswa dari Alexander von Humboldt-Stiftung di Jerman untuk melakukan penelitian di Universitas Cologne. Selama dua tahun (2006-2008), keluarga Oman dan Bonn tinggal di Jerman.

Pada tahun 2010, Oman mendapatkan penghargaan Chevening Fellowship untuk melakukan penelitian di Universitas Oxford, Inggris. Pada tahun 2012-2013, giliran rekan-rekan di Jepang yang menjadi profesor tamu di Oman di Tokyo University of Foreign Studies (TUFS). Pada periode yang sama, ia juga diundang oleh rekan-rekannya di Sophia University of Oman untuk mengerjakan sumber dan penelitian naskah Islam Melayu di Kota Marawi, Mindanao, Filipina Selatan. Pada tahun 2021, ia mendapat undangan untuk melakukan penelitian di Jepang untuk kedua kalinya, yakni di Kyoto University dan Osaka University. Selain itu, beliau pernah bekerja di Perancis, Belanda, Mesir, Malaysia, Singapura, Brunei, Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya.

Sejak tahun 2017 hingga saat ini, Oman DREAMSEA (Digital Repository of Southeast Asian Manuscripts Attacked and Affected) berupaya menyelamatkan naskah-naskah Asia Tenggara melalui digitalisasi. Program yang bertujuan melestarikan keberagaman agama dan budaya Asia Selatan melalui sidik jari ini merupakan hasil kerja sama Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Batavia dengan Pusat Pengkajian Budaya Naskah ( CSMS) di Hamburg. University, Jerman, didukung oleh Arcadia Foundation. Dari sini, hampir setengah juta halaman kode Asia Selatan dalam berbagai bahasa dan aksara dapat diakses secara online. Oman juga mengelola Jurnal Kajian Islam Q1 internasional bergengsi di PPIM.

READ  5 Tips Sukses Tryout agar Lulus UTBK dan Masuk Perguruan Tinggi Negeri

Oman memanfaatkan media sosial dan saluran digital untuk memperkenalkan naskah kepada masyarakat melalui program Ngariksa (Naturasi Naskah Kuno Nusantara). Setiap hari Jumat pukul 20.00 setiap dua minggu sekali, ia rutin tampil langsung di Facebook sebagai Kang Oman, menyiarkan teks-teks lama yang berkaitan dengan topik terkini. Selama empat tahun terakhir, Ngariksa telah memproduksi lebih dari 100 episode yang rekamannya dapat disaksikan di kanal YouTube Ngariksa TV.

Kepiawaian Oman dalam mengkontekstualisasikan konten keagamaan dalam kerangka budaya melalui kode-kode pun mengantarkannya menjabat sebagai pejabat Eselon I di Kementerian Agama pada 2017-2021. Dalam kementerian yang sangat besar itu, beliau tidak hanya menjabat tiga Menteri Agama (Lukman Hakim Saifuddin, Fachrul Razi, Yaqut Cholil Qoumas) namun sekaligus menduduki empat jabatan: Tenaga Ahli Menteri, Plt. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Juru Bicara Kementerian Agama dan Ketua Badan Pengawas Umat Beragama. Ia kemudian kembali ke Fakultas Seni dan Humaniora UIN Batavia, di mana ia menjabat sebagai dekan pada tahun 2014-2015. Selain itu, beliau juga mengepalai Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, Depok, Jawa Barat. Pondok pesantren ini didirikan pada tahun 1988 oleh K.H. Achmad Sjaich.

Pada tanggal 8 Agustus 2023, Oman Pustaka Paripalana menerima penghargaan dari Masyarakat Naskah Nusantara (Manassa) atas upayanya dalam pelestarian, penelitian dan promosi naskah Indonesia di Indonesia.

Oman tinggal di Ciputat, Tangsel, bersama istrinya Husnayah Al Hudayah dan tiga orang putranya: Fadli Husnurrahman, Alif Alfaini Rahman dan Jiddane Asykura Rahman. Ia dapat dikenal di media sosial melalui akun Twitter: @ofathurahman, FB: @Oman Fathurahman dan Instagram: @ofathurahman.

Baca lebih banyak artikel pendidikan menarik di halaman ini. Prof. Hikmahanto Juwana, Guru Besar UI yang menjadi panelis pada debat capres kedua, debat capres kali ini tentu saja akan didampingi oleh Anies Baswedan sebagai calon nomor urut 1, Prabowo Subianto nomor urut 2, dan terakhir Ganjar Pranowo nomor urut 3 VIVA. co.id pada 4 Januari 2024

You May Also Like

About the Author: melia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *