Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan melaporkan per 12 Desember 2023, realisasi belanja pemerintah pusat (BPP) mencapai Rp 1.840,4 triliun atau 81,9 persen dari pagu anggaran.
Realisasi sebesar Rp140,4 triliun tersebut terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) yang mencapai Rp946,1 triliun atau 94,5 persen dari APBN. Belanja non-K/L kemudian mencapai Rp894,3 triliun atau 71,8 persen dari APBN.
“Dari segi belanja K/L, beberapa belanja kementerian yang penting seperti persiapan pemilu, pembangunan IKN, infrastruktur prioritas, bantuan sosial dll tepat waktu,” kata Menteri Keuangan Shri Mulyani Indrawati pada konferensi pers APBN edisi Desember. Jakarta, Jumat (15 Desember).
Dijelaskannya, konsumsi Nek/Lee lebih rendah dibandingkan konsumsi K/L karena adanya subsidi dan tunjangan BBM dan listrik, pupuk, serta berbagai program yang berjalan hingga akhir Desember.
Sebaliknya, kata dia, total realisasi BPP sebesar Rp1,840 triliun, sedangkan masyarakat menikmati Rp1,060 triliun. Artinya, lebih dari 57,6 persen belanja pemerintah disalurkan langsung ke masyarakat.
“Masyarakat akan segera menikmatinya,” imbuhnya.
Rinciannya Program Keluarga Harapan (PKH) Rp27,9 triliun, Kartu Sembako Rp44,3 triliun, Bantuan Sosial (Bansos) Tahap I Rp8,2 triliun, PBI JKN Rp42,4 triliun, Bantuan Peternakan 2e5 miliar, dan Bantuan Pertanian 2e5 miliar. Mesin Rp 681,2 miliar.
Kemudian bibit, mulsa, dan pupuk organik Rp1,5 triliun, subsidi dan kompensasi BBM Rp99,6 triliun, dukungan beras, ayam, dan telur tahap II Rp11,2 triliun. Kartu Pintar Indonesia
Di bidang pendidikan, Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Rp11,1 triliun, KIP Kuliah Rp12,7 triliun, Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Rp5,1 triliun, dana Dukungan Operasional Sekolah (BOS) Kementerian Agama (Kemenag). Rp10,6 triliun dan Kartu Prakerja Rp4,3 triliun.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan para menterinya untuk mencapai target pencapaian minimal 95 persen belanja anggaran negara (APBN). Ingat, tahun 2024 tinggal 2 minggu lagi.
Artinya, tinggal 2 minggu lagi, jadi saya perhitungkan betul karena target saya sudah tercapai minimal 95 persen, kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (11/12).
Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak sebesar Rp1.739,8 triliun atau meningkat 101,3 persen dibandingkan Undang-Undang APBN (UU-APBN) tahun 2023.
Dibandingkan dengan target APBN, revisi Keputusan Presiden (Perpres) no. 75 pada tahun 2023, baru terealisasi 95,7 persen dari penerimaan pajak sebesar Rp 1.818,2 triliun.
“Pak Suryo (Dirjen Pajak) diperkirakan bisa mencapai angka revisi Rp 1,818 triliun dalam dua minggu ke depan. Ini sangat menggembirakan karena penerimaan pajak masih tumbuh 7,3 persen dibandingkan tahun lalu,” kata Menkeu. Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada konferensi pers APBN rilis KiTa Desember 2023, Jakarta, Jumat (15/12). Ingat, tahun lalu penerimaan pajak bruto kita di atas 30 persen. Jadi ini 30 persen, ini 7,3 persen, imbuhnya. Pendapatan pajak
Untuk rincian penerimaan perpajakan sampai dengan 12 Desember 2023, penerimaan pajak nonmigas (PPh) sebesar Rp951,83 triliun atau meningkat 108,95 persen dari target.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp683,32 triliun atau 91,97 persen.
Lalu, pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya sebesar Rp40,34 triliun atau 100,82 persen dari target.
Kemudian PPh migas Rp683,32 triliun atau 91,97 persen dari target.
Kementerian Keuangan melaporkan pendapatan negara mencapai Rp 2.553,2 triliun per 12 Desember 2023. Hal itu diungkapkan langsung pada konferensi pers Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) KiTa di Jakarta, Jumat (15/12).
Pendapatan pemerintah hingga 12 Desember mencapai Rp 2.553,2 triliun, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Dia menjelaskan, angka tersebut sudah melampaui Undang-Undang (UU) APBN 2023 yang hanya Rp 2.463,2 triliun.
“Jadi kalau dibandingkan target awal APBN, target awal APBN sudah terlampaui,” jelasnya.
Perlu diketahui, pada pertengahan tahun 2023, UU APBN direvisi ke atas melalui Perpres Nomor 1. 75 dari tahun 2023, sehingga target penerimaan belanja pemerintah sebesar Rp 2637 triliun.
Artinya, target pemasukan belanja berdasarkan perintah presiden belum terpenuhi.
“Kita belum mencapainya, tapi sudah mencapai 103,66 persen dari undang-undang aslinya,” jelasnya.
Selain itu, hingga 12 Desember 2023, negara telah mengeluarkan belanja sebesar Rp2.588,2 triliun. Terkait UU APBN 2023, total belanja awal direncanakan sebesar Rp3.061,2 triliun.
Dibandingkan undang-undang APBN awal, belanjanya hanya mencapai 84,55 persen pada 12 Desember 2023.
Sementara belanja pemerintah pertengahan tahun juga dinaikkan menjadi Rp3.117,2 triliun.
Jadi kalau kita bandingkan dengan Perpres Nomor 75 yang mengubah UU APBN tahun 2023, pemahaman dasarnya sudah 83 persen, ujarnya.
Kemudian dari sisi realisasi keuangan hingga 12 Desember, Bendahara Negara menyebutkan mencapai Rp 289,6 triliun. Artinya APBN mengalami defisit sebesar Rp35 triliun atau turun 0,17 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Defisit awal APBN diproyeksikan sebesar Rp598,2 triliun atau 2,84 persen terhadap PDB, jelas Sri Mulyani.
Selain itu, neraca primer masih surplus sebesar Rp378,6 triliun per 12 Desember.
“Ini merupakan hal yang positif,” pungkas Sri Mulyani.